Tetesan Air Mata

Pernah menangis? Pasti pernah ya, paling tidak sekali
seumur hidup kita pasti menangis, yaitu saat
dilahirkan. Saat itu uraian tetesan air di sudut mata
menjadi kebahagiaan orang-orang yang mengasihi kita.
Lalu, apakah air mata itu identik dengan kelemahan,
bahkan kecengengan? Mungkin iya, tapi mungkin juga
tidak. Air mata bisa juga menjadi berharga atau malah
tidak berharga lho.

Seseorang lelaki yang sesenggukan karena kekasihnya
telah pergi meninggalkan dirinya, bisa jadi air mata
saat itu tidak berharga sama sekali. Demikian juga
uraian air mata seorang wanita yang 'mengorbankan
harga dirinya' kepada Arjuna, Sang Pemetik Cinta,
justru pada saat cinta mereka sebenarnya belum diikat
dengan ikatan suci, maka saat itu air mata hanyalah
kesia-siaan.

Namun air mata juga bisa menjadi sangat berharga,
bahkan sangat berharga. Di dunia, sebagai contoh, air
mata bisa menjadi tema tulisan yang laku dijual dan
menjadi tema yang tak pernah henti-hentinya mengalir
ke benak banyak penulis.

Pernah tahu buku-buku yang pernah laris di Jepang? Di
antara buku-buku terlaris itu adalah "Gotan
Fumanzoku", karya autobiografis Hirotada Ototake,
seorang pria yang lahir tanpa kaki dan tangan namun
tetap bersemangat dalam hidupnya, menamatkan studinya
di Universitas Waseda dan pernah menjadi presenter
berita olahraga di televisi.

Ada pula buku yang lain, yaitu "Dakara Anata mo
Ikinuite", sebuah autobiografi Mitsuyo Ohira, seorang
wanita yang menjadi sasaran olok-olok ketika duduk di
sekolah menengah. Ohira san pernah mencoba bunuh diri
ketika remaja, menikah dengan seorang gangster pada
usia enam belas tahun, bercerai, namun kemudian
berhasil bangkit dari masa lalunya dan kini menjadi
pengacara. Kisah-kisah haru seperti ini dan menguras
air mata juga banyak diminati masyarakat pembaca di
Jepang.

Air mata memang ibarat hujan yang jatuh dari langit
pada lahan hati yang tandus, gersang dan kering
kerontang. Ia bisa melunakkan hati dan jiwa yang keras
membatu, perlahan lunak dan menjadi peka terhadap
lingkungan sosial.

Dalam Islam, air mata sangat berharga nilainya saat
penyesalan, kerinduan pada manusia-manusia yang
tawadhu'. Menyiram kegersangan taman hati dan jiwa,
serta qalbu yang gersang dengan berbagai nista hingga
perlahan pupus, bagaikan debu-debu yang hanyut terbawa
arus oleh butiran-butiran do'a yang dimunajatkan
kepada-Nya.

Mahal... sungguh sangat mahal harganya tetesan air
mata yang mengalir saat khusuk menghadap-Nya, bahkan
salah satu dari dua tetesan yang disukai Rasulullah
SAW adalah air mata yang mengalir karena rasa takut
dan rindu kepada Allah SWT. Beliau, kekasih Allah,
merengguk, menumpahkan air mata karena penuh harap
untuk berjumpa dengan-Nya. Abu Bakar ash-Shidiq r.a.
pun senantiasa sesegukan ketika menegakkan sholat.

Seorang mujahid serta sekaligus mujaddid yang pernah
hidup di dunia ini, Hasan al Banna juga pernah
menguraikan air matanya karena memikirkan ummat ini.
Betapa sang mujahid menginginkan agar ummat mengetahui
bahwa mereka lebih dicintai daripada dirinya sendiri,
sesaat pun kami tidak akan pernah menjadi musuh
kalian. Betapa bangganya beliau ketika jiwa-jiwa ini
gugur sebagai penebus kehormatan mereka, atau menjadi
harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan dan
terwujudnya cita-cita Islam. Rasa cinta yang
mengharu-biru hati, menguasai perasaan bahkan mencabut
rasa ngantuk di pelupuk mata hingga membuat beliau
memeras air matanya. Air mata yang mengalir karena
menyaksikan bencana yang mencabik-cabik ummat ini,
sementara kita hanya sanggup menyerah pada kehinaan
serta pasrah pada keputusasaan.

Lalu, bagaimanakah dengan kita? Takkala kita lahir
menangis, namun orang-orang di sekeliling kita tertawa
bahagia karena menyambut kelahiran kita. Namun
orang-orang yang kita tinggalkan menangis pilu saat
kita tutup usia, saat itu apakah kita juga turut
menangis ataukah tertawa bahagia karena akan berjumpa
dengan Allah SWT? Adakah amal kita lebih banyak dari
dosa yang kita lakukan selama hidup di dunia yang
singkat ini? Adakah prestasi kita hanya lahir, hidup,
mati, kemudian dilupakan orang, bahkan oleh
orang-orang terdekat kita? Lalu setelah itu pasrah,
rebah di bantalan tanah, cemas menanti pengadilan
akhir yang pasti tiba.

Ya akhi wa ukhti fillah,
Semoga Allah SWT menjadikan air mata yang jatuh di
sudut-sudut mata kita adalah air mata yang berharga
dipandangan-Nya, hingga dapat membersihkan hati yang
pekat ini untuk mudah disusupi cahaya Ilahi Rabbi.
Semoga air mata ini kelak tidak menjadi tetesan darah
karena letihnya kita berteriak dan mengetuk pintu
surga yang telah tertutup rapat setelah pengadilan itu
nanti.

Sungguh, tetesan air mata di dunia ini adalah lebih
baik bagi kita ketimbang menangis di akhirat nanti,
menangislah sebelum datang hari dimana kita semua akan
ditangisi, karena itu pasti terjadi.

Ya Allah, yang manusia harus takuti Angkatlah kami
dari lembah maksiat
Sampai kami keluar dari dunia Tak bawa beban walau
sebesar zarah [Air Mata: from Izzatul Islam]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments: